Jum’at, 15 April 2016,
akhirnya berangkat juga ke Ranu Kumbolo. Obsesi sesungguhnya adalah Mahameru,
tapi setelah bercermin tahu diri juga, jadi target diturunkan menjadi Ranu
Kumbolo saja. Lagi pula persiapannya kurang, karena perginya mendadak. Inilah perjalanan
itu….
Ranu Regulo (Photo : MCU) |
Kenikmatan melihat-lihat itu akhirnya terputus setelah jalan
yang mulus itu berakhir. Selanjutnya adalah bekas jalan beraspal yang tinggal
batunya sehingga mirip sungai yang airnya mengering. Di beberapa titik masih
ada aspal yang tersisa, ada juga yang diganti dengan beton, namun putus-putus,
entah apa sebab dan maksudnya. Di penghujungnya bahkan ada kolam-kolam besar di
tengah jalan. Namun setelah melihat atap sebuah bangunan hilang semua sudah
kekhawatiran akan jatuh. Sampailah kami di Ranu Pani, yang bukan hanya nama
sebuah danau, namun juga nama desa itu sendiri. Salah satu desa tempat tinggal
keturunan Rara Anteng dan Jaka Seger. Yang pertama kami lihat adalah
lahan-lahan pertanian yang ditanami sayuran, dengan kemiringan tidak masuk
akal, seperti juga di daerah dekat Bromo. Jika melihat para petani itu bekerja
aku membayangkan mereka harus dilem kakinya di permukaan tanah, jika tidak
gravitasi akan menarik mereka sehingga mereka jatuh menggelinding ke bawah.
Atau mereka harus berpegangan pada tali… meski senyatanya tidak begitu. Pada
lereng-lereng yang tinggi pun ada tanamannya. Aku akan kehabisan nafas setelah
berjalan menuju ladang dan tidak kuat bekerja setelahnya jika aku punya ladang
di situ.
Daerah yang dingin ini sejak dulu telah terkenal sebagai
penghasil sayuran. Kentang, wortel, kubis, bawang putih, bawang daun, adalah
hasil yang utama dari petani-petani Tengger. Saat kami berkunjung yang nampak
paling banyak mengisi ladang-ladang miring itu adalah bawang daun, tidak banyak
nampak tanaman lain. Mungkin ada hubungannya dengan musim.
ladang sayuran (photo : nining) |
Desa Ranu Pani di seberang danau (photo : Nining) |
Karena harus melaporkan diri jika mau naik maka kami mencari
pos taman nasional. Kami sudah siap dengan surat keterangan sehat, fotocopy
kartu identitas, juga materai untuk membuat surat pernyataan. Pos tersebut
terletak tidak jauh dari danau. Seorang gadis yang ternyata adalah relawan di
pos itu menemui kami, menjelaskan bahwa Ranu Kumbolo dan Mahameru ditutup! Ia
lalu memanggil petugas lain yang lebih senior, seorang laki-laki, yang kemudian
menjelaskan bahwa setiap tahunnya jalur pendakian ditutup selama tiga bulan,
antara bulan Januari hingga April, untuk pemulihan kawasan konservasi. Catat
noh…. Kemungkinan seminggu lagi sudah buka, selambat-lambatnya awal Mei. Patah
semangat. Akhirnya kami duduk-duduk di teras pos, melihat kiri kanan,
bertanya-tanya, membaca informasi yang ditempel-tempel, dan berfoto foto.
Mereka lalu menyarankan kami melihat-lihat Ranu Regulo yang terletak sekitar
300 meter dari Ranu Pani. Informasinya bisa juga berkemah di Ranu Regulo.
Apalagi Ranu Regulo jauh lebih bersih kondisinya jika dibanding Ranu Pani. Tapi
kalau harus menginap aku memilih tidur di pendopo TNBTS yang luas dan bersih.
Ada atapnya, hujan tidak akan mengganggu kami, toilet berjejer-jejer di dekat
situ. tinggal masuk ke sleeping bag saja. Di samping pendopo ada edelweiss,
sedang berbunga. Aku penasaran ingin tahu boleh tidak dipetik, teman-temanku
bilang tidak boleh, tapi menurutku boleh, ini kan hasil budidaya…
Akhirnya kami pergi mengunjungi toko souvenir di depan pos.
Bermacam-macam barang yang disediakan di situ. Perlengkapan hiking. Kaos yang
ada petanya, sepatu gunung, sleeping bag, jaket, kaos tangan, kalau kita
kelewatan membawa bisa membeli dulu. Stiker, gantungan kunci, dan pernik-pernik
kecil juga ada, untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Kami mengobrol dengan pemilik
toko. Sepasang suami istri yang asalnya dari Tumpang. Hanya satu toko itu yang
buka, karena memang sepi. Namun petugas taman nasional bilang tadi juga ada
rombongan yang bernasib seperti kami, semobil…
Sama dengan petugas taman nasional suami istri itu pun
menyarankan kami untuk mengunjungi Ranu Regulo. Mereka berbaik hati menawarkan
menitipkan barang bawaan di tokonya. Akhirnya kami pun berjalan turun tanpa
direpotkan oleh ransel berat, lewat di sisi kanan Ranu Pani menuju Ranu Regulo.
Ada jalan berpaving menuju ke Ranu Regulo. Di situ juga banyak bangunan,
kemungkinan pondok-pondok untuk pendaki. Namun semua tutup. Dari banner-banner
yang terpasang nampaknya banyak sekali kegiatan yang diadakan di tempat ini di
hari-hari ketika jalur pendakian tidak ditutup.
Iresine herbstii, crocosmia, dan oxeye daisy (photo : nisa) |
Verbena brasiliensis, calla lily, dan sejenis lobak (photo : nisa) |
yang banyak sekali terdapat di sana.
makaaan... (photo : MCU) |
Sampai jumpa Ranu Pani… suatu saat kami akan kembali, bukan
di bulan Januari – Mei, untuk sampai di Ranu Kumbolo seperti cita-cita yang
sudah lama kami pancangkan….