
Saat Maulid Nabi tiba, di Lumajang dengan mudah kita dapati penjual keranjang bambu anyam kecil-kecil. Orang-orang menggunakannya untuk tempat buah-buahan. Konon, saat Nabi lahir alam berkelimpahan buah-buahan. Segala macam pohon tengah berbuah. Dan itulah yang beberapa kali saya amati. Ketika Maulid Nabi bertepatan dengan panen alpukat, manggis, rambutan, langsep, melengkapi buah-buah lain yang tidak musiman. Dan keranjang buah yang dibawa ke musholla pun penuh dengan aneka ragam buah segar itu.

Di komunitas pendalungan Jember, waktu saya tinggal ketika peringatan Maulid Nabi, ibu pemilik rumah bilang bahwa besok akan membuat nasi kabuli. Yang biasanya dihidangkan saat Maulid Nabi. Ternyata nasi kabuli itu adalah ketan yang masak dengan santan dan bumbu-bumbu, seperti memasak nasi kuning. Dihidangkan dengan serundeng dan masakan ayam. Dalam sehari itu, nasi susah ditemukan. Hampir semua rumah memasak ketan.
Hari itu, keluarga-keluarga berkumpul. Menikmati kebersamaan. Anak, menantu, mengantar makanan ke orang tuanya. Dan benar atau tidaknya tata ritual sebuah peringatan Maulid dipercaya sangat besar pengaruhnya terhadap ketentraman dan kesejahteraan hidup suatu komunitas. Ibu tempat saya tinggal bercerita, saat ada gempa besar (yang entah tahun berapa), semua orang mengulang selamatan Maulid Nabi. Karena pada selamatan sebelumnya mereka menggunakan kertas minyak dan bukan daun pisang sebagai alas makanan.
No comments:
Post a Comment